Bagaimana judul dari postingan kali ini? Udah masuk ke level klikbet-klikbet ((clickbait)) kayak di Youtube, belum?
Udah, ah, langsung aja intro.
Siapa yang tidak tau Bandung ? Ada. Bocah baru lahir, Yhaa,
garing. Bandung adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Jawa Barat yang
terkenal dengan surga kulinernya dan tempat wisatanya. Pun, karya seni yang
diciptakan oleh warga Bandung yang kreatif-kreatif ((memuji)). Macet. Kalau
siang hari, Panas banget ((tiba-tiba menjatuhkan)).
Jadi, Awal bulan September, Si Emil (bukan Ridwan Kamil)
ngajakin ke Bandung. Tadinya mau tanggal 15 September. Gara-gara kelamaan
mikir, tiket kereta untuk jam yang diinginkan, habis, hahaha. Ya sudah, akhirnya
kami pilih tanggal 22 September deh. Tiket Kereta PP, penginapan, sewa motor,
sudah beres. Jadilah kami ke Bandung tanggal 22 September hanya berdua aja.
Walau hanya menginap semalam, gapapa, deh. Refreshing~
Sabtu, 22 September 2018
Aku berangkat dari rumah jam 05.30 pagi menuju stasiun
Univeristas Indonesia (UI) dan ketemu Emil di sana. Kami pilih untuk naik
commuter line menuju Stasiun Gambir. Tapi, Stasiun Gambir bukan stasiun untuk
transit. Jadi, harus turun di Stasiun Juanda. Setelah itu berjalan kaki menuju
Stasiun Gambir. Hitung-hitung olahraga di pagi hari, hehe. Aku menuju stasiun
UI dianterin naik mobil. Dipikir-pikir kenapa ga sekalian ke Stasiun Gambir
aja? Ya sudah, aku dan Emil ketemuan di
Kampus D dan berangkat ke Stasiun Gambir.
Sampai di gambir jam 7 kurang. Emejing. Cepet. Aku naik
kereta api Argo Parahyangan Premium kelas ekonomi dengan keberangkatan pukul
07.50 WIB. Kami cetak tiket yang sudah dipesan melalui aplikasi KAI Access
(Bisa download di Play Store). Tarif per
orangnya sebesar Rp 100.000 dan durasi perjalanan selama 3 Jam. Sambil menunggu
kereta datang, kita sarapan cantique dulu (padahal di rumah udah sarapan ayam
bakar yang dibeli semalem wkwk). Sarapannya dengan Mie Instan Cup (Emil) dan
Roti Sobek (Aku). Cantique atau ga, tuh? Bukan main ga ada cantique-cantique
nya.
Stasiun Gambir |
Pukul 07.30, keretanya sudah datang. Rajin banget keretanya
udah datang aja. Bikin kita bingung ini kereta yang bakal kita naikin atau
bukan. Ternyata, benar. Naiklah aku. Cari gerbong dan kursi sesuai pesanan. Aku
dan Emil duduk di kursi 13A & 13B. Formasi kursi di kereta ini untuk dua
orang dan menghadap ke depan semua. Tapi, untuk kursi 11A&B dan kursi di
belakangnya, berlawanan arah.
Kereta jalan dengan on time. Salut! Lalu, mendengar celoteh
orang di depan kursi kami dengan drama temannya ketinggalan kereta. Jadi ingat
dulu pergi ke Kebumen, temen ketinggalan kereta wkwk.
Rute perjalanan dengan kereta api ke Bandung yang saya ingat adalah Gambir - Jatinegara - Bekasi - Purwakarta - Cimahi - Bandung. Ketika sampai di Purwakarta, iseng foto bangkai kereta yang berjejer di sebelah kereta yang kami naiki.
Stasiun Purwakarta |
Kegiatan yang kami lakukan di kereta adalah…
Tidur.
Akhirnya sampai di Bandung! Pertama kali ke Bandung
menggunakan kereta api, hehe. Aku kabari orang rental motor dan janjian di
pintu utara. Sudah ketemu orang rental motornya. Aku sewa motor vario 110cc di
“Shiro Rental Motor”. Kenapa sewa di sana? Karena rental motor yang lain harganya
sekitar 100rb perhari dan belum biaya antar jemput motornya. Mahal 😔. Di Shiro, kami dapat
harga perhari Rp 85.000 (harga weekend). Hitungannya harian bukan 24 jam. Jadi, kami bayar motor untuk 2 hari. Motor
bisa diantar jemput dengan kena biaya Rp 30.000. Motor sudah kami pegang, dan
ini waktunya EXPLORE BANDUNG!
Siang hari itu, Bandung panas banget! Ga kuat, hahaha (Aku bukan pecinta summer).
Kami memutuskan untuk ke penginapan dulu. Rencananya ke penginapan dulu untuk
survey tempat dan konfirmasi pesanan yang sudah ku pesan melalui applikasi
karena check-in jam 14.00. Sementara saat itu masih jam 12 kurang.
Sampai lah di penginapan. Aku menginap di Hotel Reddoorz
near Asia Afrika 3 yang di pesan melalui aplikasi pegi-pegi. Letak penginapan kami di Jl. Pangarang No. 14, Cikawo, Bandung. Lalu, cek pesanan
dan pesananku sudah tertara di sistem, Alhamdulillah. Mba-mbanya bilang bisa
check-in lebih awal kena charge Rp 50.000. Ya maunya check-in lebih awal dong.
Murah lagi biaya tambahannya hahaha. Pengen ngadem dan rebahan soalnya. Harga
permalamnya Rp 233.000. Padahal Reddoorz ada aplikasinya. Tapi, harganya lebih
murah sedikit pakai pegi-pegi wkwkwk.
Lumayan pulangnya bawa kantong merahnya wkwk |
Kami dapat kamar dengan ukuran kecil seperti kamar di rumah sendiri wkwkwk. Tapi lumayan bagus kok. Tempat tidur nyaman dan kamar mandi bersih. Tapi kocaknya, shower yang ada di kamar kami, posisi tempat menaruh showernya itu pendek, ga tinggi, hahaha. Ya kali mandinya jongkok udah mirip orang galau shower-an 😂.
Tuh kan tempat showernya pendek wkwkwk |
Karena kamarnya kecil, tempat untuk sholat pun terbatas. Mana di depan kamar mandi. Kacaunya kami ga ada yang bawa Sajadah. Melirik-liriklah kami ke salah satu handuk hotel yang menganggur. Emil pakai handuk hotel dan aku pakai handuk sendiri. Jadilah tuh handuk menjadi Sajadah 😅.
Kiblatnya bukan ke sana tapi sebaliknya. Cuma buat liatin jarak solat dengan kamar mandi deketan hahaha |
Ga semua kamar seperti itu kok. Ada kamar yang memiliki tempat tidur dua tapi single bed. Enak kan kalau gitu ada space buat sholat. Kebetulan lagi space-nya itu menghadap kiblat wkwk.
Setelah istirahat dan sholat, aku berangkat untuk berkunjung
ke destinasi pertama, yaitu babakan siliwangi (Baksil). Sebelum tiba di Baksil,
kami cari makan dulu. Laper sejadi-jadinya. Lalu, ketemu nih, ada warteg. Kalau
dari jalan alun-alun bandung, belok kanan. Nah warteg itu posisinya ada di
sebelah kiri. Makanan yang ku pesan ada nasi, leunca orek telur, buncis, dan
bakso kecil-kecil kayak di semur gitu. Tak lupa dengan minumnya, yaitu es teh
tawar haha. Rasanya lumayan, enak, dan ngenyangin. Harganya standar lah kayak
warteg di Depok, yaitu Rp 12.000 aja udah sama minum, hehe.
Mau habis baru di foto |
Lanjut perjalanan lagi. Bandung saat itu macet banget dan
mendung.
Sampailah kami di Babakan Siliwangi. Baksil terletak di Jl. Tamansari No. 73, Lebak Siliwangi, Bandung. Masuk ke sana gratis
dan Cuma bayar parkir Rp 3.000. Itu parkir di luar baksil. Parkir di sana
karena dikira pintu masuknya Cuma satu, deket parkiran di luar. Ga taunya
kendaraan bisa masuk ke area baksil.
Babakan Siliwangi adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dijadikan tempat rekreasi untuk masyarakat Bandung. Tempat ini menjadi berkembang dengan dibangunnya jembatan-jembatan untuk masyarakat yang ingin berkeliling di babakan siliwangi dengan aman dan tidak merusak pepohonan di sekitarnya. Babakan siliwangi sekarang dijuluki sebagai tempat wisata Forest Walk.
Waktu SD kalau jalan-jalan ke Bandung suka merinding kalau melewati baksil. Karena dulu ada restoran yang sudah terbengkalai dan dijadikan syuting Dunia Lain. Padahal ngelewatin doang dan ga masuk ke sana. Dasar bocah penakut. Sekarang udah bukan anak kecil, tapi tetap penakut, wkwk.
Kami di sana jalan kaki aja sambil foto-foto. Terus gerimis
dong. Karena banyak pohon, ga terlalu kebasahan. Tapi, petirnya serem 😰. Lumayan sih jalan
kaki aja sambil cerita-cerita, hitung-itung ngurangin kalori hahaha.
Aku & Emil |
Setelah keliling-keliling di baksil, kita bingung mau ke
mana lagi. Terus Emil hubungin temennya yang tinggal di bandung. Nanya-nanya
tempat yang bagus di bandung di mana, seperti bukit-bukit dan rooftop. Tadinya
rencanya mau pulang aja dari baksil terus nanti lanjut jalan pas malam hari
untuk ke café-café yang ada rooftopnya. Pikirnya rada sayang kalau pulang dulu.
Ya sudah, hujan reda, akhirnya kami nekat ke Bukit Bintang/Puncak Bintang
setelah dari Baksil dengan bantuan Google Maps.
kalau di depok, 35 menit perjalanan diselingi macet dan jaraknya ga begitu jauh. Kalau ini 35 menit tapi ga nyampe-nyampe 😠|
Kami diarahkan ke Dago atas. Kayak di puncak, ih, rada ngeri
nyetir di sana wkwkwk. Rute ke sana lewat perumahan gitu di Jl. Raya Resort. Rumahnya
bagus-bagus banget haha. Sampai akhirnya masuk ke jalan perkampungan. Banyak
batu kerikil wkwk. Jalanannya kadang bagus, kadang jelek. Sampailah kami ketemu
jalan yang tanjakannya curam. Aku gas full. Anjay… ga kuat motornya hahaha.
Terus ngerem dulu dan aku suruh emil turun. Aku gas lagi dan itu tetap ga kuat
jalan. Baru bisa jalan pas kaki ikutan jalan. Ketika udah sampai di jalan yang ga
curam. Ku berhentikan motornya dan melihat kebelakang. Kasihan Emil jalan kaki
di jalan tanjakan sambil cengengesan, ya sayang kan kalo ga ikutan cengengesan
hahaha.
Naiklah emil dan kami lanjut jalankan motor sambil ngucap
“Bismillah”. Alhamdulillah bisa jalan. Pemandangan di sana ya banyak
bukit-bukit dan jurang-jurang. Untung di samping jalanan yang kita lalui, tuh,
ga langsung jurang. Tapi ada lahan tanah dan rerumputan. Aman sentosa.
Berbicara dalam hati, “Ini kapan sampainya.. ga
sampe-sampe”. Di depan kami juga ada 2 orang sedang naik motor. Kayaknya
tujuannya sama nih mau ke puncak bintang. Ternyata udah mau dekat dengan
tempatnya. Eh.. eh.. ada tanjakan curam lagi pemirsah. Sedang menanjak, eh
motor depan ga kuat juga. Padahal motor sewaanku bisa naik walau pelan. Mau
gamau ngerem dong. Pas digas, ga kuat nanjak. Ya salam.. Mil.. Mil.. Turun lagi
dong bahahaha. Melas banget anak yang satu ini jalan kaki nanjak yang kedua
kalinya sampe kakinya gemeter. Tapi, Emil dapat bonuslah bisa jalan berduaan
sama orang yang dibonceng yang motornya ga kuat juga, Yhaaa, cinta bersemi di
tanjakan.
Akhirnya sampai di Puncak Bintang! Di sebelah parkiran
puncak bintang, ada Bukit Moko. Tempat yang aku ketahui dari video Jalan-jalan
Men. Tapi, tujuan kami ke puncak bintang karena ada pohon pinus dan dermaga
gitu buat lihat-lihat pemandangan. Tiket masuk per orang dikenakan tarif
sebesar Rp 15.000. Oh iya, sebelum sampai di tempat ini, nanti ketemu
sekumpulan bapak-bapak yang memberikan karcis parkir sebesar Rp 5.000.
Gambar screenshoot dari video yang ku rekam. Gembel banget lupa foto haha |
Tempatnya asik buat refreshing otak banget karena banyak
pepohonan. Untuk pemandangannya sih biasa aja, karena ada sebagian lahan yang
hanya tanah aja membuat tidak enak dipandang. Di sana juga bisa berkemah dan
per orang dikenakan tarif sebesar Rp 25.000.
Kami di sana sampai matahari terbenam. Berhubung cuacanya
berkabut, ga bisa lihat matahari terbenamnya,deh. Gapapa, ketika malam hari
tiba, tempat di sana menjadi banyak kerlap kerlip lampu dari rumah-rumah warga,
whoaaa. Inilah waktunya skill fotografi di uji haha. Karena bukan fotografer
professional dan tidak tau banyak teknik, akhirnya bisa ni foto orang dengan
latar kerlap-kerlip lampu rumah warga hehehe.
Ketika pulang, jalanan berbalik menjadi menurun. Sudah ga
khawatir lagi motor ga kuat nanjak. Tapi muncul kekhawatiran yang baru, yaitu
takut motor susah di rem, hahaha. Sudah terlalu banyak mengerem, emil menyium
bau yang tidak sedap. Ternyata remnya bau. Oke, berhenti sebentar di jalanan
yang datar. Lalu, mengeluarkan air mineral dan menyiram sedikit demi sedikit di
permukaan lempengan rem tersebut. Keluarlah asap, hahaha, saking panasnya
mungkin remnya. Tau ga? Rasanya merinding berhenti malam-malam di kampung orang
yang minim pencahayaan.
Lanjut lagi jalan. Jalanan menanjak sedikit lalu jalanan
terus menurun. Rem bau lagi. Aku bergegas berhentikan motor di jalanan yang
menurun. Karena gaada jalanan yang datar saat itu. Matikan mesin, siram
lempengan rem lagi. Nah, ketika itu. Rem kanan (rem depan) kayak ga berfungsi
gitu. Saat dipencet tuh kayak blong. Tapi, aku masih belum khawatir. Lanjutlah
kami jalan sambil mematikan mesin motor karena jalanan menurun. Tujuannya untuk
ngirit bensin, wkwk. Saat sedang jalan, rem yang berfungsi Cuma rem kiri (rem
belakang), itu aku tekan sekuat mungkin tapi ga ngerem-ngerem L. Jalanan terus
menurun, pun motor semakin susah diberhentikan. Sudah menggunakan bantuan kaki
agar bisa berhenti. Tapi alas sepatu ku sudah menipis dan jalanan berpasir. Ga
bisa berhenti.
“Mil, mil ini gimana? Kayaknya blong deh rem nya. Aduh.. ini turunan terus jalanannya. Ada tukang sevice ga ya di sini?”. Ngedumel panic sementara motor masih tidak bisa diberhentikan.
“Ti, seriusan ti? Rem belakang juga ga mempan? Yaudah, starter motornya dinyalahin aja", kata Emil.
Lalu, aku coba starter. Ternyata? Ga bisa di starter!
Mungkin karena pengaruh rem kali, ya?
“Mil, mil ga bisa di starter”, kataku. “Ah, uti seriusan!”, Emil panic.
Setelah kurang lebih 3x coba starter, akhirnya bisa dan rem
depan berfungsi kembali. Huaaah… lemes.
“Bisa, ti? Ah, sebel banget uti… aku mau nangis tau!”, Emil kesel.
Ternyata dia mau nangis wkwk terus aku
disebel-sebelin, dikesel-keselin, wkwkwk. Ini drama terparah yang bikin muncul
pilihan kita harus menjatuhkan diri atau .... ga mau mengakhiri hidup yang pasti.
Alhamdulillah,masih dilindungin Allah, SWT. Kejadian ini ga akan bisa
dilupakan, huft.
Setelah berjalan lama mengikuti Google Maps, ternyata nyasar
gitu. Pas pulang ga lewat jalan pada saat berangkat sore harinya. Akhirnya puter balik lagi ke jalanan
yang kami lewati tadi. Ya, jalanan yang sebelahnya dinding bukit yang tinggi. Serem,
pak. Ya, udah setelah itu aku cuma ikutin jalan aja menurut Google Maps. Udah
ga mikirin mau itu jalanan yang tadi kita lewatin sama atau ga. Sampai akhirnya
kami sudah memasuki wilayah yang ramai dan banyak penduduk. Udah aman deh kalau
udah ngeliat indomaret dan alfamart yang berdekatan, hahaha.
Asli beda banget jalanan pas berangkat sama pas pulang. Ga
tau itu di daerah mana. Akhirnya kita sampai ke hotel dengan selamat.
Pulang dari Puncak Bintang, mau jalan-jalan sama temennya
Emil yang tinggal di Bandung. Ada dua orang. Tadinya mau ikut. Tapi, aku capek
banget (lemah) dan aku memilih untuk beristirahat aja di malam itu. Sementara,
Emil tetap jalan dengan temannya. Badannya kuat banget memang Emil Hercules.
Dikarenakan aku kalau tidur suka kebluk alias susah untuk bangun,
kunci kamar aku cabut dan nanti biar emil minta resepsionis minta bukain kamarnya
pakai kunci cadangan, wkwkwk, ide bagus, bukan?
Untuk cerita keesokan harinya, lanjut di part 2, ya!
No comments:
Post a Comment